Film Dokumenter: Fenomena Rokok Di Indonesia
Video yang dengan jujur menjelaskan kepada kita bahwa Indonesia jika dibandingkan dengan negara maju dan berkembang di luar negeri amatlah jauh. Perebdaan ini nampak pada sikap pemerintah dan rakyatnya yang masih tidak jelas terhadap yang namanya ROKOK dan NIKOTIN. Dapat dilihat juga bedanya, jika di luar negeri (negara-negara maju) amatlah sulit dicari:
1. Papan iklan dan reklame tentang ROKOK
Di sana hampir tidak ada papan reklame rokok maupun iklan ROKOK yang ditayangkan secara bebas di televisi. Situasi ini amat kontras dengan apa yang biasa ditemui di Indonesia di mana papan iklan rokok berada di mana-mana dan hampir setiap jam iklan rokok muncul di semua saluran televisi.
2. Orang yang merokok di sembarang tempat, apalagi di tempat dan sarana umum
Merokok di sembarang tempat adalah hal yang biasa di Indonesia. Bahkan di kendaraan umum sekalipun di angkot yang amat sumpek penuh sesak penumpang dengan sirkulasi udara yang terbatas, masih ada yang menghisap ROKOK.
3. Penjual ROKOK sulit ditemui dan harganya ROKOK sangat mahal.
Di negara-negara maju amat sulit jika ingin membeli rokok, tidak seperti di Indonesia. Lima meter ke setiap penjuru pasti ada yang menjual rokok. Harganya sangat murah meriah. Di Amerika rokok seharga 12 dolar (setara Rp 120.000 per bungkus). Di Indonesia harganya hanya Rp 12.000 per bungkus.
Satu hal lagi, di Indonesia, zat NIKOTIN belum dikategorikan sebagai zat adiktif, tetapi negara-negara maju NIKOTIN adalah zat adiktif.
1. Papan iklan dan reklame tentang ROKOK
Di sana hampir tidak ada papan reklame rokok maupun iklan ROKOK yang ditayangkan secara bebas di televisi. Situasi ini amat kontras dengan apa yang biasa ditemui di Indonesia di mana papan iklan rokok berada di mana-mana dan hampir setiap jam iklan rokok muncul di semua saluran televisi.
2. Orang yang merokok di sembarang tempat, apalagi di tempat dan sarana umum
Merokok di sembarang tempat adalah hal yang biasa di Indonesia. Bahkan di kendaraan umum sekalipun di angkot yang amat sumpek penuh sesak penumpang dengan sirkulasi udara yang terbatas, masih ada yang menghisap ROKOK.
3. Penjual ROKOK sulit ditemui dan harganya ROKOK sangat mahal.
Di negara-negara maju amat sulit jika ingin membeli rokok, tidak seperti di Indonesia. Lima meter ke setiap penjuru pasti ada yang menjual rokok. Harganya sangat murah meriah. Di Amerika rokok seharga 12 dolar (setara Rp 120.000 per bungkus). Di Indonesia harganya hanya Rp 12.000 per bungkus.
Satu hal lagi, di Indonesia, zat NIKOTIN belum dikategorikan sebagai zat adiktif, tetapi negara-negara maju NIKOTIN adalah zat adiktif.
Health Minister Warns Tobacco Industry to Start Printing Graphic Images on Cigarette Packaging
http://www.thejakartaglobe.com/news/health-minister-warns-tobacco-industry-start-printing-graphic-images-cigarette-packaging/
Activists Call on Govt to Tackle Indonesia’s Smoking Epidemic
http://www.thejakartaglobe.com/news/activists-call-govt-tackle-indonesias-smoking-epidemic/
Tobacco Fight Not Running Out of Puff in Indonesia
http://www.thejakartaglobe.com/news/tobacco-fight-not-running-out-of-puff-in-indonesia/
Cowboys In Paradise (Trailer)
'Kuta Cowboys' Strutting Their Stuff ... (News Article)
Bali Done ... Documentary
Bali: The Dark Side of Paradise
Bali's Infamous Drug Traffickers On Trial
Documentary : The Indonesia Genocide in East Timor
G30S/PKI : Official Orde Baru Version
Ketika Soeharto masih menjadi Presiden Republik Indonesia, film PENGKHIANATAN G 30 S/PKI adalah sebuah film wajib putar di semua stasiun TV tanah air setiap tanggal 30 September. Film ini sendiri adalah versi resmi pemerintah Orde Baru yang mengisahkan tentang peristiwa yang terjadi pada malam 30 September dan pagi 1 Oktober 1965 di Jakarta.
Pengkhianatan G30S/PKI Part 1 of 3
Pengkhianatan G30S/PKI Part 2 of 3
Pengkhianatan G30S/PKI Part 3 of 3
G30S/PKI : Post Suharto Era Documentaries (2) & Reports (1)
Shadow Play: True Story G30S PKI
The Act Of Killing
This one-hour interview with Joshua Oppenheimer, the maker of the internationally renowned documentary, The Act Of Killing, provides an interesting insight into how the terror of organised street thugs or 'gangsters' who assisted the military in carrying out the 1965 communist purges, still pervades modern Indonesian society. Hopefully the documentary can be a catalyst for some positive change in Indonesian society.
Why Indonesia Should Embrace 'The Act Of Killing'
http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/15/why-indonesia-should-embrace-the-ac_t-killing.html
Senyap (The Look of Silence)
101 East : Indonesia's Killing Fields
The Jakarta Riots of 1998
This chapter of Indonesia's history which resulted in over 1400 deaths has been put down to various causes including an IMF plot to overthrow Suharto because he was no longer 'good for business' to sinister forces within the regime and military who orchestrated the Trisakti University massacre and the widespread riots that followed, again for the purpose of regime change. Because many of the key players are still alive and politically active in Indonesia we may have to wait a few more years before the whole truth comes out, if at all. The following selection of videos are the best that I could find to highlight this black mark on Indonesia recent human rights record. Remembering the military precision with which East Timor was razed to the ground a year and a bit after the Jakarta riots, it would seem that these riots were orchestrated with the same military precision.
Suharto's Rivals Unite
Turning Point - The Straw That Broke President Suharto's Back (1998)
Indonesia in Revolt: Democracy or Death
This historic 1998 film features the Indonesian people's democracy movement and the struggle to bring down the dictator Suharto. A timely documentary based on interviews with activists who disappeared during this time and were tortured by Prabowo Subianto and his forces. Prabowo is currently one of the two candidates standing for president of Indonesia. Prabowo is backed by Indonesia's big business and for him to win the presidency would be a setback for Indonesian democracy. The filmmaker spent two months in Indonesia gathering a wide range of interviews and footage. Footage in the film is of the real events taking place and how the struggle by the students and activists for democracy in Indonesia put their lives in danger. 13 people who disappeared have never been found. Co-produced by ASIET and ARTV in Australia. Made by filmmakers Jill Hickson and John Reynolds.